Beranda | Artikel
Mutiara Tafsir Surat al-Fatihah [bagian 1]
Sabtu, 26 September 2009

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin. as-Sholatu was salamu ‘ala Khatamin Nabiyyin Muhammadin wa ‘ala alihi wa ash-habihit thahirin wa man tabi’ahum bi ihsanin ila yaumid din. Amma ba’d.

Sesungguhnya al-Qur’an mengandung pelajaran dan bimbingan bagi umat manusia. al-Qur’an memberikan tuntunan bagi mereka agar bisa membedakan antara kebenaran dengan kebatilan, antara iman dengan kekafiran, antara tauhid dengan kesyirikan, antara taat dan kemaksiatan, antara jalan menuju surga dengan jalan menuju neraka, antara sosok manusia teladan yang pandai bersyukur kepada Rabbul ‘alamin dan sosok manusia yang tidak pandai bersyukur kepada ar-Rahman.

Oleh sebab itulah, kami berkeinginan -dengan senantiasa memohon taufik kepada Allah ta’ala- untuk ikut serta menyajikan pembahasan tafsir ayat-ayat suci kepada sidang pembaca yang mulia. Kami berharap hal ini bisa mengikis kebodohan kami dan memberikan manfaat bagi saudara-saudara kami kaum muslimin. Allah lah tempat kami meminta pertolongan.

Pada kesempatan ini kami akan memulai pembahasan tafsir sebuah surat yang sangat mulia yaitu surat al-Fatihah. Sebuah surat yang berulang kali dibaca oleh setiap muslim di setiap harinya, yang menunjukkan betapa besar kebutuhan kita untuk memahami maknanya dan mengamalkan isinya. Dalam menyusun tulisan ini kami akan berusaha untuk merujuk kepada kitab-kitab tafsir dan syarah/penjelasan hadits yang telah disusun oleh para ulama kita, semoga Allah merahmati mereka semua. Semoga Allah memudahkan amal ini untuk ikhlas karena-Nya, bermanfaat bagi hamba-hamba-Nya, dan istiqomah hingga kesudahannya.

Surat paling agung dalam al-Qur’an
al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan:

قال الإمام أحمد بن محمد بن حنبل، رحمه الله، في مسنده: حدثنا يحيى بن سعيد، عن شعبة، حدثني خبيب بن عبد الرحمن، عن حفص بن عاصم، عن أبي سعيد بن المُعَلَّى، رضي الله عنه، قال: كنت أصلي فدعاني رسول الله صلى الله عليه وسلم، فلم أجبه حتى صلَّيت وأتيته، فقال: ” ما منعك أن تأتيني؟ ” . قال: قلت: يا رسول الله، إني كنت أصلي. قال: ” ألم يقل الله: { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ } [الأنفال: 24] ثم قال: ” لأعلمنك أعظم سورة في القرآن قبل أن تخرج من المسجد ” . قال: فأخذ بيدي، فلما أراد أن يخرج من المسجد قلت: يا رسول الله إنك قلت: ” لأعلمنك أعظم سورة في القرآن ” . قال: ” نعم، الحمد لله رب العالمين هي: السبع المثاني والقرآن العظيم الذي أوتيته ” .

Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal rahimahullahuta’ala mengatakan di dalam Musnadnya: Yahya bin Sa’id menuturkan kepada kami -sebuah riwayat- dari Syu’bah. Dia berkata: Khubaib bin Abdurrahman menuturkan kepadaku dari Hafsh bin ‘Ashim dari Abu Sa’id bin al-Mu’alla radhiyallahu’anhu, dia berkata: Dahulu saat aku sedang mengerjakan sholat lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilku. Aku tidak memenuhi panggilan itu sampai sholat selesai kulakukan. Abu Sa’id berkata: Kemudian aku mendatangi beliau (Nabi), maka beliau bertanya, “Apa yang menghalangimu untuk datang menemuiku?”. Abu Sa’id berkata: Kujawab, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku tadi sedang sholat.” Maka beliau mengatakan, “Bukankah Allah ta’ala berfirman (yang artinya), ‘Hai orang-orang yang beriman penuhilah panggilan Allah dan Rasul ketika menyeru kalian menuju sesuatu yang memberikan kehidupan bagi kalian.’.” Kemudian beliau bersabda, “Sungguh aku akan ajarkan kepadamu sebuah surat paling agung di dalam al-Qur’an sebelum kamu keluar dari masjid ini.” Abu Sa’id berkata: Kemudian beliau menggandeng tanganku -seraya berjalan-, lalu ketika beliau hampir keluar dari masjid kukatakan kepadanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya tadi anda mengatakan: Sungguh akan kuajarkan kepadamu sebuah surat yang paling agung di dalam al-Qur’an.” Maka beliau menjawab, “Benar, itulah surat Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin (surat al-Fatihah), itulah as-Sab’u al-Matsani dan al-Qur’an al-‘Azhim yang dianugerahkan kepadaku.” (HR. Ahmad [17884] Syaikh Syu’aib al-Arna’uth menyatakan sanad hadits ini shahih sesuai dengan kriteria/syarat Imam Bukhari [Musnad Ahmad, 4/211 cet. Mu’assasah Qurthubah. Asy-Syamilah], pent) (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim [1/18] cet. Dar al-Fikr)

Syaikh Abdul Muhsin al-‘Abbad hafizhahullah ketika menjelaskan kandungan hadits ini berkata:

وهذا يدل على عظم سورة الفاتحة، وأنها أعظم سورة في كتاب الله، ولهذا شرعت قراءتها في الصلاة، بل قراءتها في الصلاة لازمة في كل ركعة من الركعات، وهي ركن من أركان الصلاة، وتثنى في الصلوات وتعاد وتكرر

“Hadits ini menunjukkan betapa agungnya surat al-Fatihah, dan menunjukkan bahwa ia merupakan surat paling agung di dalam Kitabullah. Oleh sebab itulah surat ini disyari’atkan untuk dibaca di dalam sholat, bahkan hukum membacanya di dalam sholat adalah wajib di setiap raka’at, dan ia merupakan salah satu rukun sholat. Surat ini senantiasa dibaca berulang-ulang di dalam sholat…” (Syarh Sunan Abu Dawud [8/145] software Maktabah as-Syamilah)

Imam al-‘Aini rahimahullah mengatakan ketika menjelaskan kandungan hadits di atas:

قوله أعظم سورة أي في الثواب على قراءتها وذلك لما يجمع هذه السورة من الثناء والدعاء والسؤال

“Perkataan beliau ‘Surat yang paling agung’ maknanya: yaitu paling besar pahala bacaannya, dikarenakan di dalam surat ini telah terkandung bebagai hal yang utama seperti pujian, do’a, dan permintaan.” (‘Umdat al-Qari Syarh Shahih al-Bukhari [27/254] software Maktabah as-Syamilah)

al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan:

قال بن التين معناه أن ثوابها أعظم من غيرها

“Ibnu at-Tin mengatakan: Makna ungkapan itu -surat paling agung- adalah pahalanya paling besar dibandingkan pahala -membaca- surat yang lainnya.” (Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari [8/158] software Maktabah as-Syamilah)

Faedah:
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu menjelaskan berbagai pelajaran berharga yang bisa dipetik dari hadits yang mengisahkan dialog Abu Sa’id bin al-Mu’alla radhiyallahu’anhu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas. Di antara pelajaran yang beliau sampaikan adalah sbb:

  1. Bolehnya bagi Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyeru dan memanggil orang lain yang sedang mengerjakan sholat sunnah. Hal itu merupakan kekhususan bagi beliau ketika beliau masih hidup. Demikian pula diperbolehkan bagi seorang ibu untuk memanggil anaknya ketika ia sedang sholat sunnah. Hal ini memiliki landasan penguat dari hadits tentang seorang rahib yang dipanggil oleh ibunya namun dia tidak memenuhinya. Kemudian ibu tersebut mendoakan jelek bagi anaknya dan Allah pun mengabulkan doanya, sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim. Adapun bagi selain rasul dan ibu maka tidak boleh baginya memanggil siapa saja yang sedang mengerjakan sholat dan tidak wajib bagi orang yang sholat itu untuk memenuhi panggilannya ketika dia sedang sholat kecuali apabila dalam rangka menyelamatkan jiwa orang dari ancaman bahaya yang jelas-jelas akan terjadi atau dalam keadaan darurat
  2. Wajibnya memenuhi panggilan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam berdasarkan ayat di atas
  3. Besarnya semangat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memberikan pelajaran kepada para sahabatnya dan dorongan beliau kepada mereka agar menanti-nantikan apa yang hendak beliau sampaikan
  4. Besarnya semangat seorang sahabat untuk menimba ilmu dan keberaniannya untuk mengingatkan Nabi atas apa yang telah beliau janjikan
  5. Nabi merespon baik atas peringatan yang diberikan oleh sahabatnya dan kesetiaan beliau dalam menepati janjinya (lihat Tafsir wa Bayan li A’zhami Suratin fil Qur’an hal. 4 software Maktabah asy-Syamilah)

Demikian pelajaran singkat yang bisa kami sampaikan di sini, semoga Allah masih mempertemukan kita dalam kesempatan lain berikutnya. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Yogyakarta, Pagi hari Sabtu 7 Syawwal 1430 H
Hamba yang fakir kepada ampunan Rabbnya

Abu Mushlih Ari Wahyudi
Alamat blog: http://abumushlih.com


Artikel asli: http://abumushlih.com/mutiara-tafsir-surat-al-fatihah-bagian-1.html/